Idul Fitri tidak hanya dirasakan oleh umat Muslim. Momen lebaran juga dirasakan oleh umat beragama lainnya. Tak sebatas adanya libur panjang dan mungkin diskon belanja, momen ini juga membuat nuansa kebersamaan dan silaturahmi antar umat beragama semakin kental terasa.
Hal tersebut tercermin dalam kegiatan non formal ‘Open House: Lebaran Lintas Iman’ yang diinisiasi oleh Wawan Gunawan pada Minggu (23/04/2023) di kediamannya. Open house tersebut dihadiri oleh para tokoh agama dari Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Baha’i dan Penghayat Kepercayaan serta kaum muda pegiat toleransi.
Lebaran menjadi ruang perjumpaan lintas iman. Dalam pertemuan ini para tokoh agama dan pegiat toleransi saling bertukar pikiran. Perjumpaan juga diisi dengan dialog-dialog teologi berbagai perspektif agama.
Lebaran lintas iman di rumah Kang Wawan ini bukan kali pertama. Tradisi tersebut telah berlangsung selama sepuluh tahun sejak 2013. Menurut Wawan, kebiasaan ini bermula dari satu-dua tamu yang berkunjung secara pribadi ke rumahnya dekat dengan momen Idul Fitri. Tamu-tamu tersebut berasal dari beragam agama. Demi mengefisienkan waktu dan membuka lebih banyak perjumpaan Wawan menginisiasi acara dilaksanakan di satu hari.
Wawan menyatakan bahwa lebaran merupakan sebuah ajang kebersamaan dan mempertahankan kultur harmoni di Indonesia.
“Kita lihat seperti di Poso itu sudah biasa jika natalan, umat muslim yang ikut jaga keamanan, dan jaga parkir. Sebaliknya disaat lebaran, umat Kristen ikut menjaga pelaksanaan salat Id,” ungkap penyuluh program moderasi beragama ini.
Wawan menyadari orang yang belum mengalami langsung perjumpaan lintas iman terkadang memberi cap negatif bagi kebersamaan seperti ini. Akan tetapi, bagi orang yang mengalaminya, perjumpaan lintas iman tersebut sebagai wujud dari ‘mubadalah’ atau kesalingan. Karena momen tersebut merupakan sebuah kegembiraan bersama.
“Di saat teman kita bergembira dan kita pun ikut bergembira. Jadi, tidak hanya saya sebagai muslim bergembira saat acara Natal, Naurus, tapi teman-teman juga bergembira saat Lebaran. Itu di terjadi di banyak wilayah pedesaan kita, apapun agamanya. Ada bersih-bersih desa, mandi bersama, Jadi, saya membawa kultur desa itu ke kota,” papar pembina JAKATARUB tersebut.
Semangat kebersamaan dirasakan oleh tokoh agama yang hadir. Robertus Suyatno, dari Komisi Hubungan Antar Kepercayaan Keuskupan Bandung, mengungkapkan bahwa dalam konteks persaudaran sebangsa dan sekemanusiaan, ruang perjumpaan lintas iman tersebut perlu dirawat.
“Ini adalah kemanusiaan yang menjadi hal yang hakiki dan harus dipelihara. Apalagi dalam konteks kita membangun semangat kerukunan dan kebersamaan. Poinnya ini kebahagiaan saudara, teman, kebahagiaan kita bersama. Tidak ada sekat-sekat, karena kita diciptakan berbeda-beda,” ungkap Robert.
Hal senada juga disampaikan I Ketut Wiguna, sekretaris PHDI Jawa Barat. “Dengan kegiatan ini, kita senantiasa ikut menjaga agar setiap komponen anak bangsa, tetap menjaga silaturahmi, solid dan guyub. Sehingga kehidupan bangsa dan bernegara kita, semakin baik dari waktu ke waktu,” jelasnya.
Perayaan hari raya keagamaan menjadi salah satu hal yang spesial dalam hidup manusia, yang dapat membangkitkan nilai-nilai spiritualitas dan kebersamaan. Semoga perayaan hari keagamaan lainnya pun dapat turut serta menjadi ruang perjumpaan lintas iman dalam prinsip kebersamaan, persatuan dan kemanusiaan.