Napas Panjang Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Parakansalak, Sukabumi.

Share On Your Social Media

Tahun 2005, lebih tepatnya pada hari jum’at tanggal 15 Juli 2005 merupakan mimpi buruk bagi warga Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Pasalnya, setelah tragedi penyerangan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Parung, serangan demi serangan terus terjadi terhadap JAI di wilayah lain. Termasuk di kampung Parakansalak.

Pada tahun 2008, tepatnya pada hari senin tanggal 28 April 2008 Masjid milik JAI cabang Parakansalak dibakar oleh massa tidak dikenal dan bangunan sekolah untuk Pendidikan agama atau madrasah disegel. Kejadian tersebut merupakan mimpi buruk bagi warga Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) khusus nya untuk warga JAI cabang Parakansalak. Sehingga untuk beberapa saat setidaknya kurang dari 2 tahun, warga JAI cabang Parakansalak terpaksa untuk melaksanakan shalat berjamaah yang dilaksanakan dikelompok-kelompok secara sembunyi-sembunyi.

Kemudian, warga JAI cabang Parakansalak mencoba untuk membuka kembali segel madrasah untuk digunakan kembali kegiatan belajar mengajar anak-anak sekaligus untuk dijadikan shalat center untuk menunaikan shalat berjamaah. Bertahun-tahun lamanya warga JAI cabang Parakansalak menggunakan bagunan itu untuk kegiatan belajar mengajar dan kegiatan keagamaan.

Bangunan masjid yang dibakar dibiarkan begitu saja bertahun-tahun tanpa diperbaiki sama sekali. Pada tahun 2015, warga JAI cabang Parakansalak berniat untuk melakukan perbaikan kecil-kecilan pada masjid, baru saja sedikit menaikan tembok pada bangunan masjid yang dibakar itu sekitar 60 sentimeter, langsung mendapatkan reaksi keras dari kepala desa Parakansalak.

Ditahun 2016, kejadian yang sama terulang kembali. Warga JAI cabang Parakansalak berniat untuk memasang atap masjid, pengurus JAI yang diwakili oleh pak Asep Saepudin sebagai ketua JAI cabang Parakansalak dan beberapa pengurus lainnya di panggil oleh Camat Parakansalak untuk diajak bermusyawarah. Alih-alih melindungi hak warganya, ketua dan pengurus JAI yang datang untuk bermusyawarah malah mendapatkan intimidasi, bahkan ancaman. Sehingga perwakilan JAI cabang Parakansalak yang memenuhi undangan tersebut terpaksa untuk menandatangani perjanjian pemberhentian renovasi bangunan masjid yang sudah tak terpakai lama.

Kemudian, tidak berselang lama, masjid yang dihentikan proses renovasi atap tersebut disegel oleh Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP), bahkan aksi penyegelan yang dilakukan oleh aparat dilihat langsung oleh anak-anak yang sedang berkegiatan belajar di madrasah.

Sejak penyegelan yang dilakukan oleh SATPOL PP, warga JAI cabang Parakansalak menggunakan bangunan madrasah yang sudah lumayan tua itu untuk kegiatan belajar mengajar dan kegiatan keagamaan. Bertahun-tahun lamanya, hingga pada akhir tahun 2022 warga JAI cabang Parakansalak berencana untuk merenovasi bangunan madrasah itu, karena dirasa sangat diperlukan untuk memperbaiki bangunan itu karena sudah agak keropos.
Pada awal tahun 2023, perbaikan yang direncanakan sejak akhir tahun 2022 mulai di realisasikan.

Baru saja memasang besi untuk pondasi, pak Asep Saepudin (ketua JAI cabang Parakansalak) mendapat teguran secara tidak formal oleh kepala desa Parakansalak. Akan tetapi, himbauan tersebut tidak dihiraukan, dan pembangunan terus dilanjutkan. Karena merasa bahwa orang lain pun tidak bermasalah untuk membangun bangun bangunan apalagi untuk sarana Pendidikan.

Hal diluar dugaan ketika kondisi bangunan sudah sekitar 40%, forkopincam/muspika memberikan surat himbauan yang ditanda tangani oleh camat, kapolsek, dan danramil. Yang berisi himbauan untuk menghentikan pembangunan untuk sarana Pendidikan dan keagamaan. Pihak JAI meminta waktu kepada pemerintah kecamatan karena dihari berikutnya akan dilakukan pengecoran, agar tihang-tihang yang telah terpasang tidak mengalami kerusakan karena terkena air hujan, akan tetapi pemerintah kecamatan tidak mengizinkan.

Kemudian, Beberapa hari setelahnya, terbit surat peringatan dengan dasar SKB 3 Menteri untuk menghentikan segala bentuk bangunan untuk kepentingan apapun termasuk pembangunan untuk kepentingan peribadatan. Kemudian pada poin terakhir, bila dalam waktu 7 (tujuh) hari tidak memenuhi persyaratan pembangunan/IMB, maka akan diberikan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada hari jumat tanggal 10 Februari, sekitar pukul 10.00 WIB, rombongan dari SATPOL PP, Kejaksaan, Bakesbangpol, Kecamatan, RT dan RW datang untuk melakukan penyegelan terhadap bangunan madrasah yang belum rampung tersebut. Menurut pihak dari SATPOL PP, dikarenakan dalam waktu 7 hari yang diberikan oleh bupati untuk mengurus persyaratan IMB tidak selesai, maka pemerintah memberikan sanksi untuk menyegel bangunan tersebut.

Hingga saat ini, tidak ada bangunan yang layak untuk memfasilitasi berbagai kebutuhan untuk warga JAI cabang Parakansalak. Pemerintah pun tidak memberikan solusi atau memfasilitasi warga JAI cabang Parakansalak untuk menunaikan kebutuhan-kebutuhannya. Bahkan sampai sekarang, rasa takut untuk beribadah secara terang-terangan masih ada bagi warga JAI Parakansalak.

Potret Kebebasan Beragama Berkeyakinan (KBB) di Kabupaten Sukabumi memang harus menjadi perhatian penting pemerintah Indonesia. Pasalnya, Kota Sukabumi yang merupakan wilayah tentangga Kabupaten Sukabumi masuk 8 besar sebagai Indeks Kota Toleran 2023. Hal ini harusnya menjadi cermin bagi Kabupaten Sukabumi untuk mencari solusi terkait pelanggaran KBB yang terjadi.

Penulis : Sabe


Share On Your Social Media
adminjakatarub
adminjakatarub
Articles: 166

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *