Kementerian pemuda dan olahraga (Kemenpora) menginisiasi focus group discussion (FGD) tentang penguatan moderasi beragama untuk orang muda di Jawa Barat pada Kamis-Jumat (25-26/04/2024).
JAKATARUB tutur menghadiri FGD yang dilaksanakan secara hybrid dengan lokasi utama Hotel Crown Plaza Bandung ini. Dimana pertemuan tersebut membahas berbagai persoalan-persoalan dalam pengimplementasian moderasi beragama termasuk membahas minimnya partisipasi orang muda dalam wacana penguatan moderasi beragama di Indonesia, khususnya di Jawa Barat.
Kemenpora diberikan amanat untuk menjalankan dua tugas penguatan moderasi beragama melalui Peraturan Presiden Nomor 58 tahun 2023. Yaitu, pemanfaatan ruang publik untuk pertukaran ide dan gagasan dikalangan peserta didik dan pemuda lintas budaya, lintas agama, dan lintas suku bangsa serta penghargaan atas keragaman budaya yang merupakan wujud dari implementasi pengamalan agama.
FGD ini menyorot hal krusial, terkait kurangnya peran pemuda dalam implementasi sejumlah program pemerintah, baik di bidang pemuda dan olahraga, maupun secara khusus penguatan moderasi beragama.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), partisipasi orang muda yang terlibat aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan maupun organisasi mengalami penurunan dari tahun ke tahunnya, setidaknya sejak tahun 2015 sampai tahun 2021. Pasang surut partisipasi orang muda dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan ataupun organisasi, termasuk penguatan moderasi beragama, menjadi pertanyaan besar, apakah program-program yang sudah dilaksanakan oleh penyelenggara pemerintah sudah tidak menarik lagi untuk para orang muda hari ini.
Dalam wacana Penguatan Moderasi Beragama, peran pemuda tentu sangat krusial. Bagaimana tidak, bahwa menurut data dari badan pusat statistik (BPS) tahun 2023 diperkirakan terdapat sekitar 64,26 juta jiwa orang berusia 16-30 tahun atau sekitar 23,18 % dari total penduduk kita.
Minimnya partisipasi pemuda dalam kegiatan sosial kemasyarakatan ataupun organisasi, rasanya buka karena kecenderungan pemuda Indonesia hari ini yang apatis. Akan tetapi, mungkin saja berbagai wadah ataupun program yang selama ini disediakan oleh pemerintah cenderung menggunakan gaya lama. Seperti seminar, talkshow, ataupun diskusi-diskusi yang hanya satu arah dengan menggaet orang yang populis.
Padahal bisa saja menggunakan berbagai program yang lebih fresh agar pemuda-pemudi lebih tertarik pada program-program yang sudah disediakan, terutama moderasi beragama agar wacana penguatan moderasi beragama dapat terlaksana lebih massif kepada pemuda.
JAKATARUB turut berbagi bahwa ini bukanlah hal mustahil. Selama perjalanannya, jaringan ini selalu menekankan setiap kegiatan untuk menjembatani ataupun membangun ruang-ruang perjumpaan yang kreatif juga kritis.
Seperti misalnya dalam café religi, yang menghadirkan berbagai agama yang ada di Bandung Raya. Memberikan ruang-ruang untuk berinteraksi langsung tanpa ada batasan sama sekali menjadi tujuan untuk mengikis stigma-stigma atau prasangka buruk terhadap suatu agama tertentu.
Kami memandang bahwa isu keberagaman yang ada bukan hanya menjadi milik para pemuka agama atau para elite. Isu keberagaman dan perdamaian merupakan isu orang muda juga, sehingga keterlibatan orang muda yang bermakna menjadi sangat penting dalam gerakan perdamaian dan keberagaman.
Orang muda bukan hanya objek yang harus selalu di-“ceramahi” terkait keberagaman dan perdamaian, akan tetapi orang muda bisa menjadi subjek sebagai penggerak perdamaian dan keberagaman.