Kehidupan beragama di indonesia menggambarkan kondisi yang menarik dan asyik. Keberagaman selalu menyelimuti aktivitas sosial di masyarakat, salah satunya adalah keberagaman agama dan kepercayaan yang begitu majemuk menghiasi kehidupan bermasyarakat.
Termasuk pada bulan Ramadhan kemarin, trend war takjil menjadi salah satu praktik baik, bagaimana hubungan akrab antar keyakinan dapat dirasakan. Contoh lain bisa terlihat juga pada desa kerukunan seperti di Kampung Rehobot, Indramayu, antara masyarakat Kristen dan Islam. Atau, di Kampung Cibedug, Bandung Barat antara masyarakat Penghayat dengan masyarakat Muslim.
Namun, Indonesia juga masih menyimpan berbagai praktik-praktik intoleran terhadap mereka yang termarginalkan. Ada pembakaran, perusakan dan pelarangan rumah ibadah, pembatasan aktivitas keagamaan, demikian pula ada hak-hak sipil dan politik yang belum bisa dirasakan sepenuhnya oleh mereka yang termarginalkan.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan yang terus menghantui pikiran: Apakah agama di indonesia hanya cocok untuk anak kecil? Anak kecil perlu diatur. Jika tidak diatur, ia akan merusak dirinya sendiri, dan orang lain. Anak kecil suka merengek jika keinginannya tidak dituruti. Anak kecil belum bisa diberikan kebebasan serta tanggung jawab yang mengikutinya.
Hakikat dalam beragama yang dewasa di Indonesia harus inklusif dan terbuka. Menerima mereka yang berbeda dengan latar belakang apapun yang dimiliki. Karena sejatinya setiap agama lahir dari persentuhan Yang Transenden. Ia memiliki banyak nama, seperti Allah, Gusti, Tuhan, Yahweh, God. Semua penamaan itu merujuk kepada yang satu.
Diantara banyak penamaan itu yang terpenting itu mengubah orang menjadi lebih penuh kasih, bijaksana, dan bebas. Agama yang menawarkan jalan bagi hidup manusia menuju perdamaian. Perdamaian itu lahir dari hati yang penuh kasih yang kemudian diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari ketika bersosialisasi dengan teman yang berbeda.
Agama untuk orang dewasa, mengajarkan bahwa kita semua sejatinya, adalah satu. Warna kulit, ras, bahasa, jenis kelamin, dan orientasi seksual boleh berbeda. Agama untuk orang dewasa tidak mudah dipelintir untuk kepentingan tertentu dan perpecahan. Tidak memisahkan orang berdasarkan agama, ras, jenis kelamin, dan orientasi seksual. Tidak dipakai untuk alat legitimasi penindasan terhadap manusia lain termasuk pada alam sekalipun. Inti diri kita, dan semua makhluk di alam semesta ini adalah satu dan sama untuk saling menghargai.
Penulis : Indra Anggara
Editor : Risdo Simangunsong