Mendekati Definisi Agama dengan Lebih Fair

Share On Your Social Media

Kalau mau berterus terang, sebenarnya istilah agama adalah produk kebudayaan yang sepenuhnya manusiawi. Definisi agama pada setiap zaman dan setiap tempat sangat variatif. Jonathan Z. Smith berpendapat bahwa agama bukanlah istilah yang alami, namun sebuah istilah yang diciptakan oleh para sarjana untuk tujuan intelektual oleh karena itu ada pengaruh kuasa untuk mendefinisikannya. 

Sepanjang sejarah studi agama, yang bersumber dari tradisi intelektual Kristen Barat, definisi soal agama tentu tak lepas dari sejumlah bias semisal western imperialism atau Christian superiority

Di Indonesia sendiri, kalau mau jujur, definisi agama adalah kombinasi dari paradigma Kristen dan Islam. Kekristenan memandang bahwa agama disebarkan melintasi identitas kesukuan-kebangsaan, sedangkan Islam merinci indikator agama dengan konsep Tuhan, wahyu, kitab suci, nabi, sistem hukum, umat dan ibadah berjamaah. 

Pendekatan studi agama terkini, semisal family resemblance approach dapat dijadikan panduan yang lebih fair, untuk menjelaskan definisi agama. Poin-poin dalam pendekatan ini tak mesti ada secara keseluruhan dalam sebuah agama, agama A tak harus sama dengan agama B. 

Lagi pula tawaran poin-poinnya memiliki banyak versi, berikut salah satunya: (1) Sebuah kepercayaan terhadap realitas supranatural, (2) Aktivitas-aktivitas ritual yang terfokus pada objek yang sakral, (3) Sebuah paradigma dunia utuh yang menjelaskan sifat dasar realitas dan cara diri kita menghadapinya, (4) Sebuah penjelasan untuk penderitaan dan kejahatan, (5) Sebuah makna pembebasan dan keselamatan, (6) upacara yang meliputi musik dan tarian, dan (7) seperangkat naskah suci otoritatif dan pakar khusus yang menginterpretasikannya. 

Kita bisa, misalnya, mendefinisikan agama dengan mengambil tujuh poin tersebut tanpa menyertakan poin yang nomor 6. Bukankah definisi tersebut cocok untuk diterapkan bagi agama Islam?

Talal Asad menyediakan opsi yang lebih berani lagi, ia mengkritik konsep agama karena selalu menyisakan celah yang tidak dapat dikenali saat mendefinisikan agama. Akibatnya aspek yang semestinya tergolong sebagai agama malah tersingkir, sedangkan hal yang bukan agama dianggap bagian dari agama.
Ini hanya cuplikan kecil dari isu kontemporer dalam studi agama. Namun dalam beberapa hal cukup membuat pikiran kita menjadi ambyar. Apakah kita sudah siap untuk menjawab salah satu pertanyaan tersulit yang mungkin akan diajukan oleh orang-orang kepada kita: Apa itu agama? Kalaupun belum tuntas, setidaknya kita bisa berlaku lebih fair.

Penulis : Arfi Pandu Dinata (PSPP Nawang Wulan)

Editor : Risdo Simangunsong


Share On Your Social Media
adminjakatarub
adminjakatarub
Articles: 177

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *