Koalisi PRINSIP Indonesia yang meliputi Imparsial, LBH Jakarta, Elsam, PSHK dan YAPPIKA mengadakan kegiatan Activism Exhibition dengan tema: Jabar Juara Lahir Batin, Kaditu Kadie Prihatin. Kegiatan tersebut juga berkolaborasi dengan komunitas lokal Bandung yaitu Bukan Jumaahan, Jante Kopi, Bandung Bergerak, JAKATARUB, LBH Bandung, Gerpolek Plot dan DILANS yang dilaksanakan pada Sabtu (31/08/24) di Fragment Projek, Dago, Kota Bandung.
Kegiatan ini menyimpulkan tema aktivitas PRINSIP Indonesia: Memperkuat Ruang dan Peran Masyarakat Sipil dalam kepemimpinan Indonesia Baru. Secara spesifik menyorot dan mengevaluasi kinerja pemerintahan Jokowi selama dua periode. Activism Exhibition diisi dengan pameran buku, umkm lokal, projek jurnalistik, orasi politik dan kebudayaan, talkshow dan pertunjukan seni.
Beberapa tokoh turut serta meramaikan kegiatan ini lewat orasi budayanya diantaranya Wawan Gunawan dari PSPP Nawang Wulan, Pdt Obertina dari GKP, Riza Imaduddin dari YAPPIKA, Dewi Kanti dari Komnas Perempuan, Viola Reininda dari PSHK dan Zen RS Pemimpin Redaksi Narasi. Tampilan seni pantomim Wanggi dan dongeng Ratimaya juga hadir meramaikan kegiatan.
Peserta yang menghadiri kegiatan tersebut terdiri dari berbagai latar belakang agama, komunitas, dan lapisan masyarakat sipil di Bandung Raya. Banyak isu yang menjadi diskusi publik pada kegiatan ini, dimulai dari isu partisipasi masyarakat sipil, diskriminasi gender, agama dan disabilitas, partisipasi bermakna orang muda dan lingkungan hidup.
Secara spesifik Violla Reininda dalam talkshownya membahas mengenai demokrasi, menurutnya pemerintahan Jokowi telah memberi ruang bagi gerak yang merusak demokrasi Indonesia, salah satunya dengan praktik pengubahan aturan serta cawe-cawenya dalam perhelatan demokrasi. Hal ini menurutnya dapat merugikan masyarakat marjinal, karena suara-suara kecil tidak mungkin didengar oleh para elit-elit politik yang tidak mungkin memiliki waktu untuk mendengarkan masyarakat karena mereka cenderung “kompromi” dengan kekuasaan.
Ketidakpuasan terhadap pemerintahan Jokowi juga terlihat dalam konteks kebebasan beragama dan berkeyakinan. Kasus-kasus penolakan peribadatan termasuk sulitnya mendapatkan perizinan rumah ibadah menjadi kartu merah untuk pemerintahan Jokowi. Dalam hal ini Jokowi dianggap tidak serius menangani KBB di Indonesia.
Suara-suara dari lapisan masyarakat akan terus bergema, menuntut hak-haknya sebagai warga Negara. Semua itu karena kecintaan terhadap Indonesia.