Harapan dari Misa Bersama Paus

Share On Your Social Media

Saya mengaku…” Paus Fransiskus mengawali bacaan liturgi, yang lantas diikuti umat bersama-sama mendaraskan: “…kepada Allah Yang Mahakuasa,dan kepada saudara sekalian,bahwa saya telah berdosa, dengan pikiran dan perkataan, dengan perbuatan dan kelalaian…

Itu adalah awal dari Misa Agung Kepausan tadi sore (05/09/2024), yang membuat tenggorokan saya tercekat dan mata berkabut. Bapa Suci menggunakan Bahasa Indonesia untuk Pernyataan Tobat, terdengar seperti sosok seorang ayah yang duduk di samping kita.

Beberapa waktu terakhir, selentingan rencana kunjungan apostolik Tahta Suci Vatikan untuk Indonesia selalu kami, umat Katolik, aminkan, sambil harap-harap cemas melihat turbulensi situasi politik dan keamanan dalam negeri. Momen itu terwujud juga. Paus tiba dengan selamat dan melakukan sejumlah kunjungan persahabatan.

Kamis sore, beliau memimpin Misa Kudus di Gelora Bung Karno, yang dihadiri lebih dari 80.000 umat undangan. Saya dan umat yang tidak bisa hadir, tapi menyaksikannya secara online di paroki kami. 

Sungguh hati ini tersentuh melihat Perayaan Ekaristi yang inklusif. Melibatkan umat dari ragam suku, bahasa, maupun ragam kerentanan fisik dan sosial. Seorang lektor disabilitas netra membacakan Bacaan Pertama dari Alkitab braille, enam orang umat membawakan Doa Umat dalam enam bahasa daerah juga bagian-bagian liturgi lainnya dibacakan ragam bahasa.


Keberagaman di Indonesia itu semacam dua sisi koin. Sisi satunya anugrah dan sisi lainnya tantangan. Kita bersyukur dengan semangat keterbukaan menerima kehadiran orang lain, belajar melampaui tembok perbedaan untuk mengulurkan tangan persahabatan. Bahkan atas nama kemanusiaan kita berupaya saling bersolidaritas mengatasi konflik dan bencana. 

Tapi, kita masih menyaksikan kebebasan dan kehidupan dirampas secara sistematis dari sejumlah orang. Banyak yang mengalami penghinaan, pengusiran dan pengucilan, diskriminasi dan ketidakadilan, trauma dan kesedihan, kekerasan dan kematian. Ada pula manipulasi dan eksploitasi yang mempertaruhkan masa depan bumi manusia. Lalu kita mulai kecewa dan gagal, tidak tahu harus bagaimana lagi mengupayakan Tanah Air ini menjadi rumah bersama yang aman bagi semua.

Paus Fransiskus hadir bagai seorang ayah menatap kelelahan di mata anaknya. Di tengah khotbah, ia mengajak umat untuk hening sejenak, memberi waktu untuk memandang kembali kegagalan-kegagalan itu seraya memohon agar umat tidak menjadi tawanan keputusasaan. Ia mendorong bangsa ini, khususnya umat Katolik Indonesia untuk tidak lelah mengarungi kedalaman, menebarkan jala dan membangun lagi peradaban damai. 

“Selalulah berani memimpikan persaudaraan yang merupakan harta sejati kalian. Dengan Sabda Tuhan, saya mendorong kalian semua untuk menabur kasih, mengikuti jalan dialog dengan percaya diri. Tetap mengamalkan kebaikan dan kemurahan hati dengan senyuman khas kalian,” serunya.

Ia mengajak umat untuk tetap memiliki iman bersama semangat persaudaraan dan welas asih, seperti tema besar kunjungan apostoliknya ini.

Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Kehadiran beliau di Indonesia lebih dari sekadar membawa pesan damai. Beliau adalah oase bagi kita yang merindukan sosok pemimpin yang menginspirasi dengan kesederhanaan. Pemimpin profetis yang hadir untuk melayani dengan kelembutan dan belas kasih. Terimakasih Sri Paus, selamat melanjutkan perjalanan Apostolik ini dengan sehat dan bahagia. 

Penulis: Theresia Yunita Tan

Editor : Risdo Simangunsong


Share On Your Social Media
adminjakatarub
adminjakatarub
Articles: 165

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *