Apakah Agama Pelanggeng Kekerasan terhadap Perempuan?

Share On Your Social Media

Waktu terus bergulir, tahun terus berganti, dunia berubah, namun kekerasan terhadap perempuan masih menjadi momok menakutkan. Perempuan belum mencicipi kebebasannya dengan aman tanpa takut mendapatkan kekerasan sepenuhnya.

Setiap hari berita-berita tentang kekerasan terhadap perempuan, mulai dari pelecehan seksual hingga perempuan terhadap perempuan bermunculan di beranda sosial media. Bahkan laporan terbaru Jakarta Feminist menyebutkan, di Indonesia setiap dua hari ada 1 Perempuan dibunuh karena ia perempuan.

Fenomena ini bukan sekadar angka, laporan Komnas Perempuan mencatat terdapat 401.975 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2023, hal ini merupakan cerminan ketidakadilan gender yang terus langgeng dan dipelihara.Ketika berbicara tentang kekerasan terhadap Perempuan yang dibalut dengan narasi agama, tubuh perempuan seringkali menjadi medan pertarungan yang tak pernah selesai.

Perempuan menghadapi berbagai bentuk kekerasan, mulai dari pelecehan verbal, ancaman pemerkosaan, hingga perusakan fisik bahkan pembunuhan. Agama seakan menormalisasi tindakan kekerasan terhadap perempuan, seperti kata-kata yang sering terdengar di masyarakat,

“Perempuan harus tunduk kepada suami, karena itu perintah agama.”

Perempuan harus menerima jika dipukul oleh suami, karena itu bentuk pengajaran.”

Kekerasan pada perempuan wajar karena perempuan sering menjadi penyebab fitnah.”

Perempuan adalah sumber dosa, karena itu harus dikendalikan.”

“Perempuan adalah fitnah terbesar bagi laki-laki.”

Namun, apakah agama sebagai tuntunan hidup mengajarkan kekerasan dan mempromosikan penderitaan perempuan?

Apakah Agama Melanggengkan Kekerasan terhadap Perempuan?

Secara prinsip, agama-agama, termasuk Islam, Kristen, Hindu, dan agama lainnya, mengajarkan nilai-nilai keadilan, kasih sayang, dan penghormatan terhadap sesama manusia, termasuk perempuan. Namun, dalam praktiknya, kekerasan terhadap perempuan sering kali dikaitkan dengan penafsiran agama yang bias gender atau pemanfaatan agama sebagai alat pembenaran untuk tindakan yang sebenarnya bertentangan dengan nilai-nilai spiritual tersebut.

Dalam konteks agama Islam, misalnya, konsep qawwam (pemimpin) pada laki-laki sering kali disalah artikan sebagai pembenaran untuk mengontrol perempuan. Sementara dalam Kekristenan, ayat-ayat seperti Efesus 5:22 yang memerintahkan perempuan untuk tunduk pada suami kerap dijadikan legitimasi kekerasan domestik.

Tafsir bias gender merupakan salah satu akar masalah dalam pelanggengan kekerasan terhadap perempuan, terutama ketika ajaran agama digunakan sebagai legitimasi untuk tindakan yang menindas. Kekerasan berbasis gender tidak dapat dilepaskan dengan budaya patriarki yang berkelindan dengan pemahaman agama yang bias.

Tafsir semacam ini lahir dari dominasi budaya patriarki, ketika laki-laki memiliki kendali penuh dalam membentuk narasi keagamaan. Sebagai hasilnya, banyak interpretasi kitab suci yang cenderung menempatkan perempuan sebagai subordinat dan, secara tidak langsung, membenarkan kekerasan terhadap perempuan.

Budaya Patriarki, Akar Kekerasan terhadap Perempuan

Budaya patriarki merupakan akar struktural dari kekerasan berbasis gender yang telah membudaya dalam masyarakat selama berabad-abad. Sistem ini menempatkan laki-laki sebagai penguasa dan pemegang kendali atas keputusan, sementara perempuan hanya sebagai pelengkap.

Patriarki muncul sebagai bentuk ideologi bahwa laki-laki lebih tinggi kedudukannya dibandingkan perempuan dan perempuan harus dikuasai bahkan dianggap sebagai harta milik laki-laki. Budaya ini banyak memberikan pengaruh dalam teks keagamaan, apalagi para penulis teks-teks tersebut hampir semuanya laki laki.

Hingga saat ini mekanisme kontrol dengan kekerasan masih umum dilakukan untuk melegitimasikan kekuasaan. Belum lagi, anggapan victim blaming atau menyalahkan perempuan sebagai korban kekerasan. Perempuan disudutkan sebagai pihak yang harus bertanggung jawab atas kekerasan yang mereka alami.

Mitos kejatuhan Adam dari surga pun disebabkan oleh Hawa yang tak menahan nafsunya. Perempuan pun selalu mendapat tuduhan sebagai penggoda, sumber dosa, dan mendorong laki-laki untuk melakukan kekerasan terhadap perempuan. Perempuan lah yang harusnya menjaga kehormatan itu, padahal kekerasan terhadap perempuan yang terjadi bukan salah perempuan.

Agama sebagai Solusi, bukan Masalah

Agama tidak pernah mengajarkan kekerasan. Yang melanggengkan kekerasan adalah tafsir yang bias dan sistem budaya patriarki yang terus dipertahankan. Ajaran agama yang menekankan kesucian hidup manusia dan martabat setiap individu, tanpa memandang gender, dapat menjadi penyeimbang terhadap ajaran dominasi dan kekerasan.

Nilai-nilai ini bisa menjadi dasar untuk menciptakan masyarakat yang menolak kekerasan dan mendorong umat beragama untuk memperlakukan sesama dengan kebaikan dan kasih sayang. Dengan mengintegrasikan pesan kesetaraan gender ke dalam ajaran agama, pemimpin agama dapat memberikan pengaruh positif kepada jemaatnya.

Interpretasi progresif terhadap teks-teks agama dapat menantang interpretasi patriarki, menciptakan lingkungan yang mendukung kesetaraan gender.Institusi agama juga dapat menyediakan sistem dukungan bagi individu yang menghadapi kekerasan dalam rumah tangga dengan mengakui prevalensi kekerasan terhadap perempuan dan membantu korban.

Dengan menciptakan ruang aman di komunitas agama, para penyintas akan lebih mungkin untuk berbicara, memecah kebisuan seputar kekerasan, dan mendapatkan bantuan yang diperlukan.Kekerasan terhadap perempuan bukanlah ajaran agama, melainkan hasil dari interpretasi agama yang bias gender dan budaya patriarki yang terus dipelihara.

Dengan menggali nilai-nilai luhur agama yang menekankan keadilan dan kesucian hidup manusia, serta mendukung interpretasi yang progresif, agama dapat berperan sebagai kekuatan transformatif dalam melawan ketidakadilan gender. Upaya kolaboratif antara pemimpin agama, komunitas, dan masyarakat sipil dapat menciptakan dunia yang lebih aman dan setara bagi perempuan.

Penulis : Nida Nurhamidah – GREAT UPI


Share On Your Social Media
adminjakatarub
adminjakatarub
Articles: 170

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *