Melihat Perbedaan Manusia Menurut Ajaran Baha’i

Share On Your Social Media

Kamis, 16 Januari 2025, Mahasiswa/i SAA UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang tengah melaksanakan PPM (Praktik Profesi Mahasiswa) di Institut Dian/Interfidei, Yogyakarta mendapatkan kesempatan untuk bertemu dan mengobrol langsung dengan penganut Baha’i yang ada di Yogyakarta bernama Rina Nuryasari. 

Menurutnya Agama Baha’i adalah sebuah kepercayaan monoteistik yang lahir pada abad ke-19 di Persia (kini Iran), dibawa oleh pendirinya, Baha’u’llah. Inti ajaran agama ini adalah persatuan umat manusia dan perdamaian dunia. Baha’u’llah mengajarkan bahwa seluruh agama besar di dunia adalah bagian dari rencana Tuhan yang progresif, dengan setiap agama membawa pesan ilahi. Sesuai dengan kebutuhan zamannya.

Ajaran Baha’i menekankan nilai-nilai universal seperti kesetaraan gender, penghapusan prasangka, pendidikan bagi semua, dan pentingnya membangun masyarakat yang harmonis dan berkeadilan. Para penganut Baha’i percaya bahwa Baha’u’llah adalah utusan Tuhan yang diutus untuk zaman ini, melanjutkan ajaran para nabi sebelumnya seperti Musa, Yesus, Muhammad, dan Buddha. 

Pengikut agama ini tersebar di lebih dari 200 negara, dengan komunitas Baha’i yang dikenal inklusif dan menghormati keberagaman. Ibadah mereka meliputi doa, meditasi, dan tindakan nyata untuk memperbaiki kondisi masyarakat. Dengan fokus pada persatuan dan perdamaian global, agama Baha’i menginspirasi jutaan orang untuk berkontribusi menciptakan dunia yang lebih baik.

Rina juga bercerita tentang kisah hidupnya menjadi umat Baha’i di Yogyakarta. Rina mengungkapkan bahwa selama ini belum ada tindakan diskriminasi yang menyasar dirinya dan keluarganya atas atas dasar agama Baha’i. 

Menurut Rina, rasa saling melindungi dan menghargai bisa muncul dengan cara saling memahami satu sama lain, memahami latar belakang, keyakinan orang lain, sehingga bisa lebih menghargai perbedaan dari orang lain.

Rina menjelaskan ajaran agama Baha’i yang membantu membentuk identitas dirinya adalah manusia itu dibedakan dalam bentuk material dan rohani. Tubuh adalah hal material, terkadang karena hal material kita berbeda dan saling memusuhi, tubuh ada yang pendek ada yang tinggi, rambut ada yang lurus ada yang keriting, kulit ada yang putih ada yang Hitam. 

Jika manusia melihat manusia lain hanya menggunakan aspek material, itu hanya akan melahirkan jurang perbedaan. Manusia hanya akan melihat perbedaan dari yang ada dalam diri dia dan orang lain. Dari perbedaan itu akhirnya bermusuhan karena selalu melihat manusia dari tubuhnya. 

Menurutnya ajaran Baha’i mengajarkan dirinya untuk melihat manusia dari rohaninya bukan dari tubuhnya karena tubuh pasti berbeda, tapi ruh Tidak. Ruh tidak memiliki gender, ruh tidak memiliki warna kulit, ruh tidak memiliki bentuk.

Jika manusia melihat manusia yang lain menggunakan aspek rohaninya, maka dia tidak akan menemukan perbedaan. Karena ruh yang ada dalam tubuh kita dan ruh yang ada dalam tubuh orang lain adalah ruh yang sama sebagai makhluk hidup ciptaan Tuhan. Lalu apa alasan kita untuk saling membeda-bedakan bahkan sampai bermusuhan?

Penulis : Fadhil Reyhan


Share On Your Social Media
adminjakatarub
adminjakatarub
Articles: 179

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *