Sebagai Manusia, apalagi yang sudah menginjak dewasa, pastinya kita tidak dapat menghindari munculnya hasrat seksual dalam diri kita. Hasrat seksual adalah bagian alami dari kehidupan manusia, yang didorong oleh kebutuhan biologis, emosional, dan psikologis.
Namun, bagi individu yang belum memiliki pasangan, dorongan ini dapat menjadi tantangan besar. Ketidakseimbangan antara keinginan dan ketidakmampuan untuk menyalurkannya secara sehat dapat menyebabkan stres, rasa frustasi, hingga perasaan kesepian.
Dalam beberapa kasus, hasrat seksual yang tidak terpenuhi bisa mengganggu fokus seseorang dalam aktivitas sehari-hari, baik dalam pekerjaan, studi, maupun interaksi sosial. Hal ini dapat memicu konflik internal, di mana seseorang merasa bersalah atas dorongan yang dialaminya, terutama jika ia hidup dalam lingkungan atau budaya yang membatasi diskusi terbuka tentang seksualitas.
Selain itu, jika hasrat seksual dikelola dengan cara yang tidak sehat, hal ini berpotensi mendorong seseorang untuk mencari pelampiasan yang merugikan, seperti kecanduan pornografi atau perilaku kompulsif. Dampaknya tidak hanya mempengaruhi kesejahteraan mental, tetapi juga hubungan sosialnya.
Para Frater di Seminari Tinggi Santo Paulus, Kentungan, Yogyakarta, mereka bercerita tentang pengendalian hasrat seksual dengan jalan yang positif. Mereka tidak menganggap gejolak seksual sebagai sesuatu yang negatif yang harus dihilangkan.
Dalam prosesnya pengelolaanya tentu mereka didampingi psikolog serta agamawan. Frater tentunya tidak akan menikah karena akan menjadi seorang imam Katolik. Menurut mereka hasrat seksual selalu ada. Alih-alih menghilangkanya, mereka menggunakan gejolak seksual itu kedalam ranah yang positif seperti digunakan ke dalam pelayanan gerejawi, digunakan untuk olahraga, atau hal-hal yang lain. Karena menurut mereka sesuatu yang berasal dalam diri tidak dapat dikendalikan, namun cara kita menyikapinya sepenuhnya dapat diarahkan.
Para Frater mengajari cara mengelola hasrat seksual dengan kesadaran dan pengelolaan yang tepat, individu dapat menyalurkan energi seksual ini ke dalam aktivitas yang produktif, seperti olahraga, seni, atau pengembangan diri.
Dukungan dari lingkungan yang terbuka dan edukasi seksual yang komprehensif juga sangat penting agar mereka dapat memahami bahwa hasrat seksual adalah hal yang wajar, tetapi perlu diarahkan secara positif dan bertanggung jawab. Dengan begitu, dorongan ini tidak lagi menjadi gangguan, melainkan motivasi untuk menjalani kehidupan yang lebih seimbang.
Penulis : Fadhil Reyhan