Seperti biasa dari tahun ke tahun JAKATARUB diundang menghadiri pangeling-eling kalahiran, peringatan hari lahir Mama Mei Kartawinata, salah satu tokoh spiritual Penghayat, khususnya mereka yang tergabung di organisasi penghayat Budi Daya, Aliran Kebatinan Perjalanan (AKP) dan Aji Dipa.
Tahun ini, di peringatan kelahiran Mama Mei yang ke-126, ketua panitia kegiatan, Nanda Shelly, yang juga adalah sahabat JAKATARUB, mengundang kami secara khusus.
Acara berlangsung pada Minggu malam (30/04/2023) bertempat di pasarean, tempat peristirahatan terakhir, Mama Mei yang terletak di Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung.
Tema dari kegiatan tahun ini adalah “Manjing wanci kaasih ku tali paranti, pikeun ngariksa ngaraksa baraya, sangkan jati ciri sanagri cara sadesa”, yang jika diterjemahkan secara bebas kira-kira berarti: “Menyambut era kecintaan akan tradisi, untuk saling peduli dan saling menjaga persaudaraan, demi terus memelihara keberagaman bangsa.”
Pengurus JAKATARUB hadir sekitar pukul tujuh malam. Kami disambut hangat oleh sahabat-sahabat dari Budi Daya. Saat mengisi buku tamu, diberikan pula tulisan yang berisi tentang Pancasila dan beberapa tulisan yang berkenaan dengan Mama Mei. Mei Kartawinata memang merupakan tokoh penghayat sekaligus pejuang pra kemerdekaan. Beliau diceritakan sempat tinggal dan menjadi teman diskusi Presiden Soekarno.
Kegiatan dibuka oleh pembawa acara, Deti dan Wiwit. Prosesi kirab sesajen mengawali kegiatan. Anak-anak berbaris rapi, berjalan menuju pasarean Mama Mei, untuk menyusun sajen. Acara kemudian dilanjutkan dengan amitsun dan hening panggalih oleh Yaya dan Ugan yang diiringi dengan tarawangsa.
Momen kebangsaan hadir lewat nyanyian Indonesia Raya, pembacaan teks Pancasila, dan sumpah pemuda. Kecintaan teman-teman penghayat akan bangsa dan juga ajaran Mama Mei semakin nampak melalui rangkaian-rangkaian kegiatan. Ada pemaparan yang dibawakan Bapak Engkus Ruswana dan Abah Ugan terkait ajaran dan sejarah perjalanan Mama Mei. Pemaparan ini dipandu oleh Indra Anggara yang kemudian dilanjutkan prosesi potong tumpeng dan makan bersama.
Pupuh sinom, dan puisi juga dihadirkan menghidupkan kenangan akan Mama Mei. Menjelang tengah malam, keluarga Mama Mei, pengurus Budi Daya dan perwakilan orang muda Budi Daya melakukan tabur bunga yang diiringi tarawangsa. Pasca penaburan bunga, dilantunkan pupuh asmarandhana yang dilanjut dengan hening panggalih yang dibimbing oleh sesepuh Budi Daya.
Acara diakhiri dengan pemberian cinderamata dan penutupan oleh pembawa acara. Seusai acara, JAKATARUB sempat berbincang dengan para pengurus Budi Daya, sembari menunggu hujan yang turun cukup deras malam itu.
Ramah tamah dan obrolan santai itu benar-benar menghadirkan suasana hangat. Terdapat pesan yang JAKATARUB bawa dari pangeling-eling Mama Mei Kartawinata, yaitu pesan cinta pada tanah air yang telah diwariskan oleh para leluhur bangsa. Sahabat-sahabat Penghayat telah membuktikan kecintaan pada tanah air, di tengah diskriminasi serta sekian banyak tantangan yang mereka hadapi.
Tabe pun, Rahayu
Penulis : M.Daffa
Editor : Risdo Simangunsong