Proklamasi kemerdekaan Indonesia telah dibacakan oleh Bung Karno di Jakarta. Namun perjuangan kemerdekaan ini tidaklah mulus, karena pada saat itu, belum mendapatkan pengakuan dunia internasional.
Komunitas Muslim Ahmadiyah, melalui pemimpinnya yang kedua, termasuk yang bersuara lantang agar kemerdekaan Indonesia diakui dunia internasional. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad menyerukan agar mubaligh dan seluruh pengikutnya di berbagai negara turut serta menggaungkan berita kemerdekaan Indonesia.
“Perihal kemerdekaan Indonesia, harus tiap waktu didengungkan, supaya negara-negara di dunia ini memperhatikan hal itu. Sudah menjadi hak bangsa Indonesia untuk merdeka di masa ini.” Demikian salah satu amanatnya, yang dituliskan dalam harian Al-Fadhl edisi 10 Desember 1946
Tidak hanya pimpinannya dan tidak hanya berhenti pada perjuangan kemerdekaan, keterlibatan komunitas Muslim Ahmadiyah bagi pembangunan bangsa Indonesia juga dapat dilihatnya di banyak tempat.
Kita tahu W.R. Soepratman pencipta lagu Indonesia Raya adalah seorang Ahmadiyah. Demikian pula, Rd. Moh. Moehyidin yang merupakan sekretaris panitia hari ulang tahun Proklamasi pertama. Beliau diculik oleh tentara Belanda beberapa saat sebelum acara peringatan tersebut, hingga saat ini jenazahnya tidak ditemukan. Atau juga pahlawan Ampera Arief Rachman Hakim.
Umat Muslim Indonesia juga mencatat pengantar untuk mempelajari Al-Quran karya pemimpin ke-2 komunitas muslim Ahmadiyah yang diterjemahkan pada tahun 1966 kemudian dikutip dalam “Muqaddimah Al-Quran dan Terdjemahnja” yang menjadi Al-Quran terjemahan resmi Departemen Agama RI tahun 1971.
Banyak lagi sumbangsih komunitas ini sebagaimana pernah didokumentasikan dalam buku Sumbangsih Ahmadiyah Bagi Negeri: Souvenir Menyongsong 100 Tahun JAI.
Fakta ini tentu agak ironis jika diperbandingkan dengan kondisi sekarang. Bagaimana negara Indonesia hingga hari ini tidak mampu untuk menjamin hak-hak sipil setiap anggota jamaah Ahmadiyah seperti halnya masyarakat Indonesia pada umumnya.
Negara justru kerap aktif dalam melakukan diskriminasi terhadap komunitas muslim Ahmadiyah. Mulai dari surat keputusan bersama (SKB) 3 Menteri, sampai pada peraturan gubernur ataupun kebijakan-kebijakan di daerah. Kebijakan itu kerap pula dijadikan landasan oleh sejumlah kelompok ultra konservatif untuk melakukan persekusi terhadap Jemaat Ahmadiyah.
Pembandingan kontras ini bukanlah soal balas-budi negara bagi satu komunitas. Namun, setidaknya menjadi pengingat ada jejak pembelaan bagi negara Indonesia, oleh mereka yang tertindas kini.