Salah Satu Pertanyaan Tersulit di Dunia: Apa itu Agama?

Share On Your Social Media

Kisaran 600-200 SM di Tiongkok berkembang Konfusianisme dan Taoisme. Di India, Hinduisme mulai terkonsolidasi sembari muncul Jainisme dan Buddhisme. Di Israel muncul gagasan monoteisme. Di Yunani mencuat rasionalisme filosofis. 

Hari ini tradisi tersebut telah menjadi agama-agama besar dunia, kecuali tradisi filsafat Yunani. Kita bertanya, mengapa di kemudian hari ajaran Buddha disebut sebagai agama, sedangkan Sokrates dinamai filsafat? 

Jika kita pergi ke Eropa sebelum awal abad ke-19, kita akan mendapati sebutan untuk empat golongan agama: Kristen, Yahudi, Mohammedan (Islam), dan golongan lain yang kadang disemati istilah pagan, kafir, pemuja berhala atau politeis. 

Dasar kategorisasi tersebut ialah wacana agama dunia yang sebenarnya melanggengkan teologi universalitas Kristen dan paradigma Eurosentris. Hingga hari ini, sebagian sarjana membatasi definisi agama dalam format agama-agama Abrahamik yang didasarkan pada keyakinan akan Tuhan yang personal.

Bayang-bayang kuasa tersebut juga terekam dalam nama agama-agama dunia. Kita lebih akrab dengan istilah Konfusianisme daripada Ru Jiao. Jarang mendengar Vaidika Dharma atau Sanatana Dharma yang sejatinya merupakan nama bagi ajaran yang sekarang disebut dengan Hinduisme. Lebih mengenal Zoroastrianisme ketimbang Mazdayasna. Mormonisme lebih populer dibandingkan Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir. 

Keadaan yang cukup sulit, kita terjebak dalam kerangkeng makna, apa itu agama? Sebelum mencari makna itu, baiknya kita memahami dahulu tiga asumsi dasar tentang agama. 

Pertama, agama-agama secara internal beragam, tidak seragam. Hal ini dapat ditunjukkan dengan banyaknya aliran dalam setiap agama. Kedua, agama bersifat dinamis, tidak ahistoris dan statis. Artinya ajaran atau pandangan suatu agama akan selalu berubah-ubah dari masa ke masa. 

Ketiga, agama dipengaruhi dan mempengaruhi budaya, tidak terisolasi dalam ruang yang privat. Sedikit banyaknya agama akan melibatkan komunitas orang percaya, beririsan dengan gerakan politik, hingga menjadi identitas kelompok sosial tertentu. 

Berangkat dari asumsi itu, tidak ada definisi sederhana tentang konsep agama yang secara utuh mampu mengartikulasikan seluruh dimensinya.

Agama dalam bahasa Sanskerta disebut dharma, arti turunannya merujuk pada asas relasional yang meneguhkan manusia dengan pemahaman teknis kebajikan dari suatu benda, yaitu kualitas esensialnya. Wah, rumit! Secara sederhana juga bisa berarti kebenaran, kewajiban, hukum, keteraturan, dan hak. 

Di Tiongkok istilah yang mungkin mirip ialah dao yang berarti jalan, kelogisan, hukum, pedoman, atau aturan untuk kesempurnaan yang kekal. Lain dengan bahasa Arab yang mengenal istilah ad-diin yang berarti adat kebiasaan, balasan, patuh terhadap Tuhan, atau kumpulan peraturan. Dalam tradisi Barat kita kenal religion, yang diadopsi dari kata Latin religio yang punya makna asal mengikat kembali.

Dari sini saja kita bisa membayangkan, setiap kebudayaan mempunyai istilah-istilah serupa yang tak sama. Pertanyaan apa itu agama, menjadi salah satu pertanyaan tersulit untuk dijawab. Namun, sepertinya dunia modern mencoba memadatkannya dalam satu kata dan satu makna.

Penulis : Arfi Pandu Dinata

Editor : Risdo Simangunsong


Share On Your Social Media
adminjakatarub
adminjakatarub
Articles: 160

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *