Pada Minggu, 16 Februari 2025, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung merayakan ulang tahunnya yang ke-44 dengan tajuk Panceg Saluyu Jeung Ra’yat. Acara ini diselenggarakan di kantor LBH Bandung sebagai bentuk refleksi perjalanan panjang dalam memperjuangkan keadilan dan hak asasi manusia bagi masyarakat, khususnya mereka yang selama ini termarginalkan akibat kebijakan yang tidak inklusif dan diskriminatif.
Sebagai bagian dari komunitas Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub), kami memandang LBH Bandung bukan hanya sebagai lembaga advokasi hukum, tetapi juga sebagai ruang yang menjadi harapan bagi kelompok minoritas, korban ketidakadilan, dan mereka yang haknya seringkali diabaikan. Peringatan ini tidak sekadar seremoni, tetapi juga ajang konsolidasi dan evaluasi terhadap perjalanan panjang perjuangan keadilan, yang hingga kini masih menghadapi tantangan besar, termasuk dalam isu kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Partisipan datang dari berbagai komunitas, aktivis, dan individu yang selama ini berjuang bersama LBH Bandung. Perwakilan komunitas dan organisasi yang hadir berbagi kesan, pesan, aspirasi, serta kritik terhadap kondisi penegakan hukum yang masih kerap berpihak pada kekuatan politik dan ekonomi tertentu. Dalam sesi mimbar bebas, suara-suara masyarakat disuarakan dengan lantang, mengungkapkan bagaimana hukum sering kali digunakan sebagai alat represi, bukan perlindungan. Isu-isu seperti diskriminasi terhadap kelompok kepercayaan, perampasan tanah, kriminalisasi aktivis, serta ketimpangan akses keadilan menjadi sorotan utama dalam sesi ini.
Acara kemudian berlanjut dengan penampilan seni, termasuk musik dan teater monolog, yang menggambarkan realitas ketidakadilan yang masih dihadapi banyak kelompok rentan. Seni menjadi bentuk perlawanan yang menggerakkan kesadaran kolektif, membangun solidaritas, dan mengingatkan bahwa perjuangan tidak berhenti pada advokasi hukum semata, tetapi juga melalui ekspresi budaya dan kreativitas rakyat.
Setelah itu, sesi ramah-tamah menjadi ajang mempererat hubungan antar jaringan perjuangan, sekaligus refleksi atas peran LBH Bandung dalam mendampingi kelompok-kelompok yang tertindas. Pemotongan tumpeng menjadi simbol komitmen untuk terus berjuang bersama rakyat, tidak hanya dalam ranah hukum, tetapi juga dalam membangun ekosistem sosial yang lebih adil dan berkeadaban. Acara diakhiri dengan sesi foto bersama, bukan sekadar dokumentasi, tetapi juga sebagai pengingat bahwa gerakan sosial harus tetap solid dan berkelanjutan.
Makna dan Harapan
Sebagai komunitas yang juga memperjuangkan kebebasan beragama dan berkeyakinan, Jakatarub melihat bahwa perayaan ulang tahun ke-44 LBH Bandung ini bukan hanya peringatan, tetapi juga bentuk perlawanan. Di tengah semakin kuatnya politik identitas dan diskriminasi berbasis keyakinan, keberadaan LBH Bandung menjadi harapan bagi banyak pihak untuk mendapatkan keadilan.
Tema Panceg Saluyu Jeung Ra’yat mengingatkan bahwa perjuangan belum usai. Ketimpangan hukum, pelanggaran hak-hak kelompok minoritas, serta represi terhadap kebebasan berekspresi masih menjadi tantangan besar. Di tahun politik seperti 2025 ini, tantangan ini semakin nyata, ketika hukum kerap digunakan sebagai alat untuk membungkam kritik dan membatasi ruang sipil.
Kami berharap, LBH Bandung semakin kokoh dalam membela hak-hak rakyat, terutama mereka yang selama ini mengalami diskriminasi, persekusi, dan ketidakadilan struktural. Solidaritas menjadi kunci utama untuk menghadapi berbagai tantangan ke depan. Karena hanya dengan bersama, kita bisa menciptakan masyarakat yang lebih adil, demokratis, dan inklusif bagi semua.