Membaca 12 Kisah Melangkahi Luka: Sebuah Perjalanan Menemukan Makna

Share On Your Social Media

Aku menutup buku 12 Kisah Melangkahi Luka, membiarkan pikiranku mengembara di antara halaman-halamannya. Buku ini bukan sekadar kumpulan cerita, tapi juga cerminan dari banyak realitas yang pernah kusaksikan, bahkan kujalani sendiri.

Di antara kisah yang paling mengena bagiku adalah tentang penutupan Gereja GKP Dayeuhkolot. Aku pernah berdiri di dalam gereja itu, di ruang kosong tanpa jemaat, tanpa altar megah seperti yang biasa kutemui di tempat ibadah lain. Saat itu, air mata jatuh begitu saja, bukan hanya karena ketidakadilan yang dialami mereka, tapi juga karena aku merasakan luka yang sama, luka karena terus-menerus dipinggirkan oleh sistem dan pandangan mayoritas.

Ternyata, gereja itu pernah menjadi rumah ibadah bagi pendeta Obertina, seorang pegiat lintas iman yang sering kujumpai di sekber komunitas. Dan kini, setelah hampir 20 tahun ditutup, yang tersisa hanyalah bangunan kosong dengan kisah panjang yang jarang didengar.

Membaca buku ini, aku kembali bertanya “Mengapa aku, seorang non-believer, begitu peduli dengan isu keberagaman dan lintas iman?”

Saat membaca kisah demi kisah, aku mendapati banyak bagian yang begitu dekat dengan perjalanan pribadiku. Seperti cerita tentang Gie, yang bertahun-tahun mencari jalannya sendiri karena latar belakang keluarganya yang berbeda keyakinan. Aku melihat diriku di sana, dalam kebingungan, dalam pergulatan batin untuk menemukan tempat di dunia yang sering kali tak memberi ruang bagi mereka yang berbeda.

Latar belakang ayah Gie juga mengingatkanku pada sosok ayahku. Ketakutan untuk mengungkapkan keyakinan, perasaan harus menyembunyikan sesuatu yang begitu personal, semua itu pernah kualami.

Dalam lima tahun menjadi seorang non-believer, pertanyaan serupa selalu muncul dalam diskusi-diskusi mahasiswa dalam sesi Cafe Religi.

“Kak Jo, berarti orang tua kakak juga tidak beragama?”

 “Tidak, mereka masih memeluk agama.”

 “Memangnya dulu agama Kak Jo apa?”

 “Itu sih privasi ya…, jadi pertanyaan itu tidak akan aku jawab, hehe.”

 “Apakah orang tua kakak tahu kalau kakak seorang agnostik?”

Aku pernah berusaha memberi tahu, tapi mereka tidak benar-benar memahami. Bagi mereka, kehilangan agama berarti berpindah agama, bukan perjalanan mencari makna di luar sistem yang mereka yakini.

Buku 12 Kisah Melangkahi Luka terbit 10 tahun lalu, saat aku masih duduk di bangku SD. Kini, membaca kembali kisah-kisahnya membuatku sadar betapa sedikitnya yang berubah. Stigma terhadap perbedaan masih begitu kuat, dan perjuangan untuk keberagaman masih terus berlanjut.

Aku tumbuh di lingkungan yang beragam, dan mungkin itulah yang sejak kecil menumbuhkan ketertarikanku pada isu ini. Ilustrasi tentang keberagaman yang dulu hanya kulihat di buku pelajaran, kini nyata dalam kehidupanku sebagai aktivis lintas iman.

Sebagai seorang non-believer, aku sadar bahwa keberagaman bukan sekadar tentang toleransi beragama, tapi juga soal keadilan, kemanusiaan, dan bagaimana kita bisa saling menghargai tanpa harus seragam.

Dalam buku ini, ada satu percakapan yang begitu kuat:

“Yang penting beragama itu harus menjadikanmu orang baik. Jadilah Muslim yang baik, Kristen yang baik, atau Yahudi yang baik. Jangan memperlakukan agama yang kamu yakini.”

Kisah-kisah di dalamnya bukan sekadar cerita, tapi cerminan realitas yang masih terjadi. Beberapa tokoh yang disebutkan dalam buku ini adalah orang-orang yang pernah kujumpai, mereka yang telah membuka mataku tentang arti sebenarnya dari keberagaman dan kemanusiaan.

Dan kini, setelah 10 tahun buku ini terbit, aku, seorang non-believer menulis ini sebagai bukti bahwa kisah mereka benar-benar membentuk orang-orang muda untuk terus bergerak.

“Bukan belas kasihan, tapi bentuk kemanusiaan.” – Romo Risdo

 “Kampanye dimulai dari orang yang berani menyuarakan, mendengar hati nurani untuk membantu suatu kelompok agar tak tertinggalkan.” – Interseksional Kampanye & Advokasi.


Share On Your Social Media
Jo Caste
Jo Caste
Articles: 5

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *