Kementerian Agama Wilayah Jawa Barat bersama JAKATARUB mengadakan acara Sabilulungan Wangun Aksi Lintas Agama (SAWALA) sekaligus Deklarasi Pengukuhan Desa Sadar Kerukunan di Lembang. Acara ini dilaksanakan pada Selasa (16/05/2023) di Pasewakan Saka Binangun Kampung Cibedug, Desa Cikole, Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
Peserta yang hadir dalam acara tersebut terdiri dari beberapa organisasi dan komunitas, seperti FKUB Kabupaten Bandung Barat, Karang Taruna, tokoh agama Islam dan Penghayat Kampung Cibedug, Plt. Desa Cikole, MUI Cikole, Puan Hayati dan Bandung Bergerak.
Program desa sadar kerukunan merupakan program dari Kementerian Agama Republik Indonesia sebagai apresiasi kepada masyarakat yang memiliki potret toleransi yang tinggi. Wawan Gunawan, selaku ketua pelaksana acara mengatakan, potret toleransi di Kampung Cibedug sangat kultural, bahkan praktik toleransi di desa tersebut sangat kuat, sehingga dirinya sebagai instruktur moderasi beragama Kemenag RI pun belajar banyak dari praktik toleransi di Cibedug ini.
Perwakilan dari Kantor Wilayah Kemenag Jabar, Dadi, juga mengungkap hal senada. Ia merasa terharu dengan suasana toleransi di Kampung Cibedug ini.
“Inilah praktik toleransi yang sudah terjadi dan terwujud di masyarakat, kami sebagai pemerintah tentunya mengapresiasi dan mendukung praktik toleransi ini, oleh karena itu program desa kerukunan terus didorong oleh pemerintah untuk terus mencari contoh-contoh praktik toleransi di masyarakat,” ungkap Dadi.
Ia mengingatkan dan menitipkan, di era digital seperti saat ini, informasi hoax, kebencian, SARA akan selalu ada dan menyebar melalui media sosial, oleh karena itu, dirinya menekankan untuk selalu kritis dan tidak terpengaruh, sehingga tidak terjadi pecah belah. Penganugerahan Desa Sadar Kerukunan kepada Kampung Cibedug dan Desa Cikole diharapkan terus menyemangati warga desa menjadi simbol praktik toleransi yang tidak akan pernah habis.
Ida selaku Plt. Desa Cikole, serta Ecep salah seorang tokoh masyarakat mendaftarkan praktik-praktik toleransi di kampung Cibedug yang sudah terjadi dari dulu. Menurut mereka masyarakat terus menjaga praktik-praktik baik tersebut dengan gotong royong dan persatuan antar masyarakat Muslim dan Penghayat.
Pasewakan Saka Binangun yang dipakai untuk acara ini, adalah contoh hidup hal tersebut. Pasewakan ini sudah berdiri sejak tahun 1942. Pembangunannya pun melibatkan gotong-royong seluruh masyarakat, baik kaum Penghayat maupun umat Muslim. Hal serupa juga terjadi untuk pembangunan masjid yang juga dilakukan oleh gotong royong.
Praktik lainnya yaitu tradisi Seren Pulang Samung, pertalian persaudaraan dengan kerabat di luar desa Cibedug dengan bentuk saling memberikan makanan atau kakaren. Tradisi ini dilakukan oleh semua warga apapun agamanya, menjadi simbol pertalian tanpa melihat identitas. Perayaan-perayaan keagamaan seperti 1 Muharam dan Idul Fitri bagi umat Muslim serta momen-momen perayaan Penghayat juga ditandai dengan saling berbagi kakaren.
Kebersamaan dan kerja bakti membuat rumah pribadi bahkan saat acara kematian, ngantunkeun, masyarakat Cibedug pun tetap melakukannya secara gotong royong.
Engkus Ruswana, perwakilan dari Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) sangat mengapresiasi kerukunan masyarakat ini. Meski demikian, Engkus juga berharap pemerintah terus melibatkan kelompok penghayat, seperti yang bisa dilakukan di masyarakat Cibedug ini. Dirinya menekankan bahwa Penghayat harus diterima di FKUB sebagai bagian dari membangun kebersamaan antar umat beragama.
Semoga potret baik toleransi di Kampung Cibedug iini menjadi pemantik bagi kampung dan desa-desa lainnya di Indonesia untuk bersama-sama mempraktekkan toleransi yang merupakan bagian dari karakter masyarakat Nusantara yang penuh dengan kelemahlembutan, gotong royong dan persatuan.
Editor : Risdo Simangunsong