Nilai Moderasi Beragama Dalam Fenomena War Takjil

Share On Your Social Media

Bulan Ramadhan menjadi momen istimewa bagi umat muslim di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Ramadhan lekat dengan beragam tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia, baik itu secara turun temurun atau yang sengaja dibuat untuk memeriahkan momen puasa ini.

Terdapat beragam tradisi menjelang ramadhan di masyarakat khususnya umat muslim seperti perayaan megengan, dugderan, dandangan atau festival rakyat lainnya.

Salah satu tradisi yang sudah berjalan turun temurun di Indonesia adalah berburu Takjil. Menariknya dalam momen Ramadhan 2024 sempat viral istilah war takjil, dimana takjil tidak hanya momen yang ditunggu-tunggu oleh umat muslim saja, namun juga agama lainnya seperti Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Penghayat dan agama lainnya. 

Nita Kusuma seorang penganut agama Hindu yang mengikuti tren war takjil di Ramadhan tahun ini memberikan tanggapan. Menurut Nita war takjil dinilai sangat menyenangkan karena hanya terjadi disaat bulan ramadhan.

“War takjil bagi saya sangat seru ya, karena makanannya terkadang hanya muncul disaat bulan ramadhan.” Ungkap Nita dalam wawancara pada saat pelatihan Jurnalistik Inklusif Fatayat NU Jabar.

Dirinya mengungkapkan bahwa terdapat tetangga rumahnya yang hanya jualan takjil saat bulan Ramadhan. “Ada pedagang di tetangga rumah saya yang jualan bala-bala yang hanya muncul di saat bulan Ramadhan, dan bala-balanya itu selalu habis”. Nita menambahkan.

Mengenai puasa, Nita menyampaikan bahwa puasa juga terdapat di agama Hindu. Menurutnya Puasa di agama Hindu merujuk pada pengendalian agama diri terhadap amarah dan hawa nafsu.

Sementara itu, Nanda seorang Penghayat Kepercayaan, menyampaikan hal serupa terkait fenomena war takjil yang saat ini viral di sosial media.

Nanda mengungkapkan bahwa war takjil dapat menjadi penghubung antar setiap umat beragama, meskipun Nanda tidak mengetahui makna takjil, namun dengan adanya peristiwa war takjil Nanda menganggap bahwa perbedaan itu sebagai hal yang positif.

Sementara itu berkaitan dengan puasa dalam tradisi Penghayat Kepercayaan, Nanda menjelaskan bahwa terdapat tiga puasa di Penghayat Kepercayaan.

“Ada puasa menahan hawa nafsu, puasa mutih dan puasa wedal”. Papar Nanda. 

Melihat fenomena war takjil yang viral pada momen ramadhan 2024 ini. Jika ditelusuri lebih dalam mengenai makna takjil. Pegiat Fatayat NU Jawa Barat, Neng Hannah, memandang bahwa takjil merupakan Sunnah dalam Islam. Artinya takjil merupakan makanan pembuka puasa dan jenisnya pun dapat beragam. 

Namun, dibalik persoalan soal bagaimana baiknya penganan untuk berbuka itu, fenomena war takjil memiliki makna yang dalam. Jika dianalisis, fenomena ini menjadi contoh yang baik dalam beragama yang moderat, yang saling menghargai dan mendorong adanya perbedaan dengan ikut berbahagia disaat agama lain merayakan hari keagamaannya.

Hal ini tentu sejalan dengan makna moderasi beragama. Dijelaskan lebih lanjut mengenai konsep moderasi beragama yang harus menerima, menghargai perbedaan dan merayakan perbedaan itu bersama-sama melakukan aktivitas kemanusiaan.

“Moderasi beragama mengajak masyarakat tidak hanya berdialog namun kerjasama atau bahasa sekarangnya gaul.” Ujar Neng Hannah.
Fenomena war takjil tidak hanya sekedar semata-mata memeriahkan tradisi ramadhan. Namun, fenomena ini memiliki makna yang dalam terkait dengan prinsip-prinsip moderasi beragama seperti yaitu tawassuth (mengambil jalan tengah), tawazun (keseimbangan), i’tidal (tegas dan lurus), tasamuh (toleran), musawah (egaliter) dan syura (musyawarah).


Share On Your Social Media
Yohanes Irmawandi
Yohanes Irmawandi
Articles: 38

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *