JAKATARUB turut menghadiri seminar nasional yang diselenggarakan oleh Forum Mahasiswa Studi Agama-agama (FORMASAA) Indonesia, bersama dengan Jurusan SAA UIN Bandung dan HMJ UIN Bandung.
Acara yang dilangsungkan pada Kamis (28/03/2024) itu merupakan panggung inspiratif bagi pembahasan mendalam bertema Spirit Toleransi dan Perdamaian. Tujuannya mendorong peserta untuk merefleksikan nilai-nilai toleransi dan perdamaian serta mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam sambutannya, Ketua FORMASAA-I, Nor Mahmudi S.Ag, mencerminkan semangat bahwa puasa Ramadhan melampaui sekadar menahan lapar dan haus. Ia menekankan perlunya menciptakan lingkungan yang menghargai perbedaan dalam agama dan budaya sebagai pondasi bagi perdamaian dan harmoni yang kokoh.
Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Bandung, Prof. Dr. Wahyudin Darmalaksana, M.Ag., menambahkan pemahaman mendalam tentang peran penting agama dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dalam pidato keynote speakernya, ia mendorong peserta untuk meneladani peran tokoh agama dalam mempersatukan bangsa, menunjukkan bagaimana agama bisa menjadi sumber kekuatan untuk mencapai perdamaian.
Diskusi panel yang dipandu oleh moderator Fikri Baehaqi Muhammad dengan sejumlah narasumber yaitu: Prof. Dr. Made Saihu, M.Pd.I, Guru Besar PTIQ Jakarta, Mln. Maulana Rahmat Hidayat, Shd. Bidang Dakwah JAI, Prof. Dr. Deni Miharja, M.Ag. dan Farhan Agung Ahmadi, M.Ag., dari jurusan Studi Agama-Agama di UIN Bandung.
Prof. Made Saihu, yang menekankan makna toleransi yang lebih aktif. Bukan sekadar menahan diri dan kesabaran, tetapi juga menghormati perbedaan untuk menjaga perdamaian. Hal yang juga dicontohkan oleh peran sosial Jamaah Ahmadiyah sebagaimana diceritakan Mln. Rahmat Hidayat, sambil menyoroti gerakan sosial dan solidaritas sebagai modal utama dalam menciptakan toleransi dan perdamaian.
Sementara Farhan Agung menkankan esensi dari peringatan Nuzulul Qur’an, dan bagaimana pemahaman mendalam terhadap kitab suci masing-masing agama dapat menjadi pijakan dan dorongan untuk sikap toleransi dan perdamaian. Prof. Deni menambahkan bahwa toleransi dan berpuasa memiliki makna yang sama. Harus siap mampu menerima perbedaan, toleransi menjadi suatu syarat terciptanya perdamaian.
Implementasi dari nilai-nilai toleransi dalam kehidupan sehari-hari sangat penting. Misalnya, kehidupan toleransi bisa dibangun dalam konteks keluarga, di mana orang tua dan anak harus saling menghargai agar tidak terjadi disharmoni.
Seminar ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang pentingnya saling menghargai dan bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang damai dan harmonis. Peserta didorong untuk merenung tentang bagaimana prinsip-prinsip toleransi dan perdamaian yang dibahas dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari mereka.